Kebiasaan guru di sekolah TAUD kami selalu bertanya dan berdiskusi dengan wali murid. Ya, seputar perkembangan hafalan Qur'an siswa di rumah. "Bagaimana muraja'ah Surat itu dan itu, Bunda?" "Apakah ada kendala dalam muraja'ah di rumah?". Dan seterusnya..
Ada jawaban khas dari wali murid yang sering kami dapati. "Alhamdulillah, zah. Anak kami sudah hafal surat ini dan itu. Untuk anak seusianya, itu aja udah hebat tu, zah," jawab si wali murid.
Memang luar biasa bagi masyarakat kita, ketika melihat anak yang baru berusia 5 tahun sudah hafal juz 29 dan 30. Tidak salah juga apa yang diucapkan si wali murid. Mengingat anak-anak seusianya masih sibuk main dan hanya hafal nyanyian yang diajarkan di sekolahnya.
Ini juga yang diilustrasikan Al-Qur'an, bahwa pendidikan itu ibarat bercocok tanam. Suatu saat, orang yang bercocok tanam tersebut akan sampai pada fase يعجب الزراع "mencengangkan petani yang menanamnya" (QS al-Fath:29) saking hebat dan dahsyatnya apa yang telah ditanamnya itu.
Namun kami khawatir, jika ucapan tersebut dijadikan simbol kepuasan wali murid untuk berhenti berjuang. Kepuasan ini dijadikan alasan agar tak lagi melanjutkan hafalan Qur'an anak-anaknya ke level selanjutnya.
"Kan udah hebat tu untuk anak seusianya. Jadi jangan terlalu dipaksa. Masa anak-anak adalah masanya bermain, kan?"
Kami sampaikan, ucapan ini benar tapi tidak pada tempatnya. Marilah kita simak kisah Hindun bintu 'Uqbah ketika dipuji oleh masyarakatnya, "anakmu ini kelak akan menjadi pemimpin kaumnya!"
Apa yang dalam fikiran orang tua ketika anaknya dielu-elukan orang akan menjadi pemimpin dalam kaumnya? Bagi kita, mungkin ini menjadi kebahagiaan dan kebanggaan.
Namun apa yang dirasakan Hindun ternyata tidak sama sekali. Ia malah marah dan berkata, "Celaka anakku! Jika dia hanya bisa menjadi pemimpin di kaumnya saja. Karena dia dipersiapkan untuk memimpin bumi."
Inilah visi seorang shahabiyah di zaman Nabi. Beginilah seorang ibu di zaman itu memprogram anaknya. Karena visi besar seorang ibu, anaknya, Mu'awiyah bin Abu Sufyan, benar-benar menjadi pemimpin hebat di masanya. Ialah Khalifah pertama dari Dinasti Bani Umayyah yang memimpin dengan kebijaksanaannya selama lebih dari 20 tahun.
Lihatlah bagaimana pujian-pujian para sahabat kepadanya. "Saya tidak melihat orang setelah Rasulullah SAW yang lebih pandai memimpin dari Mu'awiyah," ucap Ibnu Umar RA. "Saya tidak melihat seorang yang lebih arif tentang kenegaraan (setelah Rasulullah SAW) daripada Mu'awiyyah," puji Ibnu Abbas RA.
Jadi, anak yang hebat itu dilahirkan oleh ibu yang hebat pula. Duhai ibu, janganlah bercita-cita yang sederhana untuk anak kita. Apakah kita hanya menginginkan masa depan yang sederhana untuk anak kita?
Demikian juga dalam menghafal Al-Qur'an, cita-cita kita haruslah yang tertinggi. Bukan untuk hafal 1-2 juz saja, melainkan 30 juz. Ya! 30 juz harus hafal sebelum dia baligh.
Apakah menargetkan hafizh Qur'an sebelum baligh ini akan menjadikan anak kita stres? Kan sekarang banyak kajian, bahwa terlalu dini memasukkan anak ke sekolah justru akan menjadikannya stres dan kesusahan dalam mengikuti pelajaran.
Jawabannya, khusus untuk menghafal Al-Qur'an, sama sekali tidak akan menyusahkan atau membuat anak kita stres. Bahkan, tasmi' dan talqin al-Qur'an sudah bisa diberikan semenjak anak masih dalam kandungan ibunya. ما أنزلنا عليك القرآن لتشقى "Tidaklah Kami turunkan kepadamu Al-Qur'an ini untuk membuatmu susah." (QS Thahaa:2).
Justru di usia sebelum baligh inilah, masa-masa emas seseorang untuk menghafal Al-Qur'an. Mari kita cermati hadist Nabi SAW berikut ini,
من حفظ القرآن وهو فتي السن خلطه الله بلحمه ودمه
Dari Abu Hurairah RA, Nabi SAW bersabda, "Siapa yang sudah hafal Al-Qur'an padahal usianya masih belia, maka Allah SWT akan mencampurkan (Al-Qur'an itu) dengan darah dan dagingnya." (HR Baihaqi, sahih).
Ini yang kita sebut Al-Qur'an sudah mendarah daging. Insya Allah tidak terpisahkan lagi dengan dirinya. Inilah pentingnya, mengapa kita harus menjadikan mereka hafal Qur'an 30 juz sebelum baligh.
Apakah ini target berlebihan? Oh, tentu tidak. Ribuan tahun silam kurikulum tahfizh ini disusun untuk mencetak para huffazh 30 juz, dan sudah dijalankan orang di seluruh dunia. Mungkin kita saja yang baru tahu.
___________
*Pembina Sekolah Semut-Semut Payakumbuh, Wakil Pimpinan Pesantren ICBS Payakumbuh, Ketua MUI Payakumbuh Selatan, Direktur Pusat Riset dan Kajian Islam Al-Azhar Centre Sumatera Barat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar