Oleh; H. Hannan Putra, Lc, MA
Pembina Sekolah Semut-Semut Payakumbuh, Wakil Pimpinan ICBS Payakumbuh
Sebagaimana
tradisi anak-anak para Salafus Shaleh, anak-anak mereka kebanyakan hafal
Al-Qur'an di rentang usia 7-10 tahun. Hal ini masih menjadi tradisi di Timur
Tengah hingga hari ini. Di Mesir sendiri, untuk tamat SD di Al-Azhar harus
selesai hafalan Al-Qur'an 30 juz.
Setiap bulan
Ramadhan di negara seribu menara itu selalu diadakan Musabaqah Hifzul Qur'an
(MHQ). Menariknya, peserta MHQ tersebut diikuti oleh anak-anak SD. Menjadi
suatu kebanggaan bagi para orang tua ketika anaknya ikut dalam moment yang
ditunggu-tunggu itu. Bahkan, jika anaknya tidak ikut maka si orang tua akan
malu.
“Itu kan orang Arab, bagaimana dengan orang Indonesia?”
Pertanyaan ini sering ditanyakan para orang tua. Apakah mungkin anak-anak mereka di usia SD bisa
hafal Al-Qur'an? Padahal anak-anak mereka bahkan belum bisa membaca Al-Quran.
Allah SWT menjamin kemudahan dalam menghafal Al-Qur'an sebagaimana ditegaskan dalam QS Al-Qamar ayat 17;
وَلَقَدْ يَسَّرْنَا ٱلْقُرْءَانَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِن مُّدَّكِرٍ
"Dan
sesungguhnya Kami telah memudahkan Al-Quran untuk dipelajari. Maka adakah orang
yang mengambil pelajaran?"
Ayat ini terus
di ulang sebanyak empat kali dalam surat ini. Hal ini sebagai penegasan bahwa
kemudahan Al-Quran untuk dipelajari (dihafal) benar-benar dijamin oleh Sang
Khaliq. Ini yang harus kita yakini, bahwa Allah menjamin kemudahan menghafal Al-Quran baik untuk orang Arab dan 'Ajm (non-Arab). Allah akan membantu orang yang ikhlas dan sunguh-sungguh menghafal kitab-Nya.
Lantas bagaimana langkah untuk mewujudkan agar selesai hafalan Al-Qur'an tersebut di usia SD?
1. Niat yang ikhlas.
Niat menjadi
unsur terpenting dalam memulai hafalan Al-Quran. Bahwa niat menghafal Al-Quran
semata-mata mencari ridha Allah SWT. Hanya berujung murka dan laknat Allah jika
menuntut ilmu diniatkan untuk mendapatkan dunia. Sebagaimana Sabda Nabi SAW,
مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا
يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لاَ يَتَعَلَّمُهُ إِلاَّ لِيُصِيبَ
بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
"Siapa yang mempelajari suatu ilmu yang seharusnya bertujuan untuk mendapatkan wajah Allah, tetapi ia mempelajarinya hanyalah untuk mencari harta benda dunia. Maka dia tidak akan mendapatkan wangi surga di hari kiamat." (HR. Abu Daud no.3664, Ibnu Majah no.252, dan Ahmad 2/338).
2. Tekat yang kuat dengan keterlibatan seluruh pihak.
Keterlibatan seluruh pihak mulai dari si anak, ayah dan ibu, guru di sekolah, hingga lingkungan tempat anak-anak berinteraksi haruslah kondusif dan seluruhnya mendukung tercapainya target tersebut. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur'an,
فَأَرَدْنَآ أَن يُبْدِلَهُمَا رَبُّهُمَا خَيْرًا مِّنْهُ زَكَوٰةً وَأَقْرَبَ رُحْمًا
"Dan kita
menginginkan supaya Tuhan mereka memberikan ganti bagi mereka dengan anak yang
lebih baik kesuciannya dari anaknya itu, dan lebih dalam kasih sayangnya." (QS. al-Kahfi: 81).
Ayat ini
memakai dhamir (kata ganti) "نَآ
(kami)" sebagai bentuk keterlibatan seluruh elemen dalam mewujudkan anak
yang sukses. Menyerahkan seluruh urusan pendidikan kepada pihak sekolah tentu
bukanlah langkah yang bijak, sementara anak diamanahkan Allah kepada orang
tuanya.
Demikian juga peran orang tua yang mungkin kurang ilmu, perlu mencari guru yang tepat untuk mendidik anaknya. Karena dalam menghafal Al-Quran wajib untuk berguru. Sinergitas sekolah dan rumah perlu terjalin baik. Kolaborasi guru dan orang tua dalam mendidik yang akan menghantarkan keberhasilan anak dalam menghafal Al-Quran. Di sekolah anak ditalqin, di rumah dilakukan sima'ah. Di sekolah muraja'ah, di rumah juga.
3. Kurikulum yang benar.
Al-Quran
sebagai induk dan sumber dari seluruh ilmu punya karakter tersendiri dalam
menghafalnya. Bahwa menghafal Al-Quran tidak bisa dinomorduakan. Inilah
kesalahan kebanyakan sekolah yang menjadikan pelajaran menghafal Al-Qur'an
sebagai eks-skul atau pelajaran tambahan. Ingat, Al-Quran tidak mau dinomorduakan!
Jika sebuah
sekolah benar-benar menginginkan muridnya menyelesaikan hafalan Al-Quran, maka
sekolah tersebut menjadikan porsi menghafal Al-Quran sebagai hal utama. Seluruh
pelajaran selain Al-Quran menjadi sampingan. Maka Insya Allah, ketika Al-Qur'an
dinomorsatukan dan menjadi prioritas utama, maka akan dibantu Allah SWT dalam
menyelesaikan hafalannya.
SDQ Semut-Semut Payakumbuh memilih fokus utama untuk mengkhatamkan
Al-Quran. Itulah alasannya tidak bisa lagi mengadopsi kurikulum yang disediakan
oleh Dinas Pendidikan. Para orang tua diminta memilih, kurikulum apa yang akan dijadikan
sebagai acuan Pendidikan bagi anaknya. Apakah ingin menghafal Al-Quran atau kurikulum
yang ada.
Ibarat seorang petani yang akan menanam satu tanaman. Dia harus memilih, jenis tanaman apa yang akan ditanam. Karena tidak ada satu tanaman yang bisa berbuah pisang, mangga, durian, dan sebagainya. Jadi, ketika sudah memilih kurikulum menghafal Al-Quran, tidak akan maksimal lagi jika memakai kurikulum Dinas Pendidikan atau kemerintrian Agama.
Lantas bagaimana dengan ijazah? Insya Allah anak yang sudah hafal Al-Quran sanggup dengan bisa dengan mudah menyerap ilmu lain. Ia sudah terbiasa menghafal, maka ia dengam mudah bisa menghafal materi-materi pelajaran. Maka bagi para orang tua yang tetap menginginkan anaknya berijazah, akan dikhususkan waktu mengejar ketertinggalan pelajaran di kelas 6 untuk bisa ujian Paket A. Jadi polanya dibalik. Al-Qur'an yang utama, yang lain menjadi sampingan.
Jadi, manakah yang kita pilih? Wallahu'alam, kami di SDQ Semut-Semut berkeyakinan. Tidak akan ada sekolah SMP manapun yang mau menolak anak yang hafal Al-Quran 30 juz, walau hanya membawa ijazah paket A. Itu alasannya, mengapa anak-anak kita harus hafal Al-Quran di usia SD.
4. Kalkulasi menghafal dengan ketersediaan waktu.
Sebenarnya dengan kalkulasi standar saja, anak sudah bisa hafal Al-Quran ketika tamat kelas 4 SD. Kalkulasi kasarnya sebagai berikut;
- 1 tahun = 365 hari.
- 1 tahun pelajaran = 300 hari (Dikurangi 52 hari Ahad dan 12 Hari libur nasional dalam setahun).
- Setiap anak menghafal Al-Quran setengah halaman setiap hari.
- Kelas 1 - 4 = 4 tahun
- 4 tahun x 300 hari belajar = 1.200 hari belajar.
- Jumlah halaman dalam mushaf Al-Quran 604 dibulatkan menjadi 600 halaman.[1]
- Jika setiap hari menghafal setengah halaman, berarti 600 x 2 =
1.200 Hari belajar.
- 1.200 Hari belajar -> 4 tahun.
Catatan
1. Tentu
saja ini hanya hitungan kasar. Target setengah halaman sehari bagi siswa adalah
target terendah. Karena untuk level TAUD saja (usia 4 - 5,5 tahun) siswa TAUD Semut-Semut payakumbuh bisa menghafal 3/4 halaman sehari.
22. Kekuatan
menghafal semakin hari akan semakin bertambah. Berdasarkan pengalaman kami,
anak yang sudah hafal 2 juz akan semakin mudah menghafal. Demikian juga ketika
sudah memiliki hafalan 10, 15, 20, dan seterusnya. Target berkali-kali lipat
bisa diselesaikan dalam waktu yang relatif singkat.
33. Kalaupun anak tidak selesai dalam empat tahun, masih ada waktu dua tahun lagi untuk muraja'ah dan pemantapan. Intinya, ketersediaan waktu sangat melimpah untuk menyelesaikan hafalan Al-Quran.
4. Di kelas empat, anak-anak diberikan kesempatan untuk saling berpacu menyelesaikan hafalan Al-Quran. Ibarat lomba lari, kelas 4 merupakan lap terakhir yang masing-masing peserta akan saling berpacu. Menghafal Al-Quran juga ibarat perlombaan (fastabiqul khairat), jadi hafalan anak-anak di kelas ini akan sangat bervariasi.
Bagaimana ayah bunda? Sudah siap menjadikan anak khatam hafalan
Al-Quran di usia SD?
[1] Satu
halaman surat Al-Fatihah pasti sudah hafal. Kemudian 3 halaman belakang yang
merupakan ayat pendek juga umumnya sudah hafal. 604 halaman bisa dikerucutkan
menjadi 600 halaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar